BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembentukan suatu organisasi yaitu untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Begitu pula dengan salah satu organisasi yang
sangat besar seperti dunia persekolahan dalam tingkat nasional. Untuk
mencapai tujuan pendidikan maka harus dibuat rancangan untuk mencapai tujuan
tersebut agar dalam pelaksanaannya terorganisir dan terarah. Oleh karena itulah
kita mengenal yang namanya kurikulum.
Kurikulum
berfungsi sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan di sekolah bagi
pihak-pihak yang terkait. Selain sebagai pedoman, bagi siswa
kurikulum memiliki enam fungsi, yaitu: fungsi penyesuaian, fungsi
pengintegrasian, fungsi diferensiasi, fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan
fungsi diagnostik.
Kurikulum
dipersiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni
mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di masyarakat. Makna dapat
hidup di masyarakat itu memiliki arti luas, yang bukan saja berhubungan
dengan kemampuan peserta didik untuk menginternalisasi nilai atau hidup sesuai
dengan norma-norma masyarakat akan tetapi juga pendidikan harus berisi tentang
pemberian pengalaman agar anak dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan
minat dan bakat mereka. Dengan demikian dalam sistem pendidikan kurikulum
merupakan komponen yang sangat penting, sebab di dalamnya bukan hanya
menyangkut tujuan dan arah pendidikan saja akan tetapi juga pengalaman belajar
yang harus dimilki setiap siswa serta bagaimana mengorganisasi pengalaman itu
sendiri.
Kedudukan kurikulum ini sangat strategis dalam seluruh aspek
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya pemahaman menyeluruh konsep dasar
dari kurikulum ini, maka penulis tergerak untuk menyusunnya menjadi sebuah
makalah yang khusus mengungkap mengenai hal tersebut. Kiranya kehadiran makalah ini dapat sedikit
membuka wawasan para pembaca semua.[1]
B.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari kurikulum?
2. Apa saja yang termasuk dimensi kurikulum?
3. Apa saja peran dan fungsi kurikulum?
4. Apa yang dimaksud kurikulum ideal, actual dan kurikulum
tersembunyi?
C.
Tujuan
Mengacu
dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari kurikulum
2. Mengetahui dimensi-dimensi
dari kurikulum
3. Mengetahui peran dan fungsi
kurikulum
4. Mengetahui maksud dari kurikulum
ideal,actual dan tersembunyi
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Kurikulum
Kata “kurikulum” berasal dari bahasa
yunani yang semula digunakan dalam bidang olahraga. Yaitu currere yang
berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan
berlari mulai dari start hingga finish. Pengertian ini kemudian
diterapkan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa Arab, istilah “kurikulum”
diartikan dengan Manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang yang
dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan,
kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan
peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta
nilai-nilai.[2]
Definisi kurikulum menurut J. Galen
saylor dan William M.Alexander dalam buku Curriculum Planning For Better
Teaching and Learning 1956 menjelaskan arti kurikulum bahwa kurikulum adalah
segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruang
kelas,dihalaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum
meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra kulikuler.[3]
Pengertian lama tentang kurikulum
lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dalam arti sejumlah mata
pelajaran atau mata kulih di sekolah atau perguruan tinggi, yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, juga keseluruhan pelajaran yang
disajikan oleh suatu lembaga pendidikan (Nasution, 1982). Demikian definisi
yang tercantum dalam UU Sisdiknas Nomor 2/1989. Definisi kurikulum yang
tercantum dalam UU Sikdinas Nomor 20/2003 dikembangkan ke arah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelengaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen yang bermuat dalam
kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara pembelajaran, baik
yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya.[4]
Definisi yang dikemukakan oleh Kamil
dan Sarhan menekankan pada sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, sosial,
olahraga, dan seni yang disediakan oleh sekolah bagi para peserta didiknya di
dalam luar sekolah, dengan maksud mendorong mereka untuk berkembang menyeluruh
dalam segala segi dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan
pendidikan yang ditetapkan. Definisi yang senada yang dikemukakan oleh Saylor
dan Alexander, bahwa kurikulum adalah segala usaha sekolah atau perguruan
tinggi yang bisa menghasilkan atau menimbulkan hasil-hasil belajar yang
dikehendaki, apakah di dalam situasi-situasi sekolah ataupun di luar sekolah
atau perguruan tinggi. Demikian Olivia yang mendefinisikan kurikulum sebagai
rencana atau program yang menyangkut semua pengalaman yang dihayati peserta
didik di bawah pengarahan sekolah atau perguruan tinggi.[5]
2.
Dimensi Kurikulum
Menurut R. Ibrahim (2005), kurikulum dikelompokkan dalam 3 dimensi,
yaitu: kurikulum sebagai substansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum
sebagai bidang studi. Selain itu, Nana Syaodih Sukmadinata (2005), mengemukakan
pengertian kurikulum ditinjau dari 3 dimensi, yaitu kurikulu sebagai ilmu,
kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebaga rencana. Sementara Said Hamid
Hasan (1988), berpendapat bahwa pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki 4
dimensi pengertian, dimana satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum
tersebut yaitu:
1. Kurikulum sebagai suatu ide atau gagasan
2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenarnya merupakan
perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide.
3. Kurikulum
sebagai suatu kegiatan atau relita atau Implementasi kurikulum.
4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konskekuensi dari kurikulum
sebagai suatu kegiatan.[6]
Selanjutnya, bila merujuk pada dimensi pengertian yang terakhir, maka
dengan mudah dapat mengungkapkan keempat dimens kurikulum tersebut dikaitkan
dengan pengertian kurikulum.
a. Pengertian kurikulum dihubungkan dengan dimensi ide.
Pengertian kurikulum sebagai
diensi yang berkaitan dengan ide pada dasarnya mengandung makna bahwa kurikulum
itu adalah sekumpulan ide yang akan dijadikan pedoman dalam pengembangan
kurikulum selanjutnya.
b. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi rencana.
Makna dari dimensi kurikulum
ini adalah sebagai seperangkat rencana dan cara mengadministrasikan tujuan,
isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan untuk pedoman
penyelenggarakan kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
c. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi aktivitas.
Pengertian kurikulum sebagai
dimensi aktivitas memandang kurikulum merupakan segala aktivitas dari guru dan
siswa dalam proses pembelajaran di sekolah.
d. Pengertian kurikulum dikaitkan dengan dimensi hasil.
Definisi kurikulum sebagai
dimensi hasil memandang kurikulum itu sangat memperhatikan hasil yang akan
dicapai oleh siswa agar sesuai dengan yang telah direncanakan dan yang telah
menjadi tujuan dari kurikulum tersebut.[7]
Sementara
itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian, yaitu :
1. Kurikulum sebagai ide.
2. Kurikulum formal berupa dokumen yang
dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum.
3. Kurikulum menurut persepsi pengajar.
4. Kurikulum operasional yang
dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas.
5. Kurikulum experience yakni kurikulum
yang dialami oleh peserta didik.
6. Kurikulum yang diperoleh dari
penerapan kurikulum.
Masing-masing
definisi dengan penekanannya tersebut akan mempunyai implikasi tertentu dalam
pengembangan kurikulum. Kurikulum yang menekankan pada isi bertolak dari asumsi
bahwa masyarakat bersifat statis, sedangkan pendidikan berfungsi memelihara dan
mewariskan pengetahuan, konsep-konsep dan lain-lain yang telah ada, baik
nilai-nilai yang telah ada, baik nilai Ilahi maupun nilai insan. Karena itu,
kurikulum biasanya ditentukan oleh sekelompok orang ahli, disusun secara
sistematis dan logis sesuai dengan disiplin-disiplin ilmu atau sistematisasi
ilmu yang dianggap telah mapan, tanpa melibatkan guru atau dosen apalagi
peserta didik atau mahasiswa.[8]
3.
Peran dan Fungsi Kurikulum
a. Peran
Kurikulum
Kurikulum
dalam pendidikan formal di sekolah atau madrasah memiliki peranan yang sangat
strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendiidikan. Terdapat tiga peranan
yang dinilai sangat penting yaitu:
1. Peranan Konservatif
Salah satu tugas dan tanggung jawab sekolah sebagai suatu
lembaga pendidikan adalah mewariskan nilai-nilai dan budaya masyarakat kepada
generasi muda yakni siswa. Siswa perlu memahami dan menyadari norma-norma dan
pandangan hidup masyarakatnya, sehingga ketika mereka kembali ke masyarakat
mereka dapat menjunjung tinggi dan berperilaku sesuai dengan norma-norma
tersebut. Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan berbagai nilai budaya
sebagai warisan masa lalu. Dikaitkan dengan era globalisasi sebagai akibat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memungkinkan mudahnya pengaruh
budaya asing menggerogoti budaya lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum
memiliki arti yang sangat penting. Melalui peran konservatifnya, kurikulum
berperan dalam menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai luhur
masyarakat, sehingga keajegan dan identitas masyarakat akan tetap terpelihara
dengan baik. Peranan ini menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai
sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya yang dianggap masih
relevan dengan masa kini kepada generasi muda, dalam hal ini para siswa.
2. Peranan Kreatif
Apakah tugas dan tangung jawab sekolah hanya
sebatas pada mewariskan nilai-nilai lama? Ternyata juga tidak. Sekolah memiliki
tanggung jawab dalam mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan tuntunan zaman.
Sebab, pada kenyataannya masyarakat tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis
yang selalu mengalami perubahan. Dalam rangka inilah kurikulum memiliki peran
kreatif. Kurikulum harus mampu menjawab setiap tantangan sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang cepat berubah. Dalam peran
kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru sehingga dapat membantu
siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya agar dapat
berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat yang senan tiasa bergerak maju
secara dinamis. Mengapa kurikulum harus berperan kreatif? Sebab, manakala
kurikulum tidak mengandung unsur-unsur baru maka pendidikan selamanya akan
tertinggal, yang berarti apa yang diberikan di sekolah pada akhirnya akan
kurang bermakna, karena tidak relevan lagi dengan kebutuhan dan tuntutan sosial
masyarakat.
Dalam proses pengembangan kurikulum ketiga peran
di atas harus berjalan secara seimbang. Kurikulum yang terlalu menonjolkan
peran konservatifnya cenderung akan membuat pendidikan ketinggalan oleh
kemajuan zaman; sebaliknya kurikulum yang terlalu menonjolkan peran kreatifnya
dapat membuat hilangnya nilai-nila budaya masyarakat.
Sesuai dengan peran yang harus ”dimainkan” kurikulum sebagai
alat dan pedoman pendidikan, maka isi kurikulum harus sejalan dengan tujuan
pendidikan itu sendiri. Mengapa demikian? Sebab, tujuan yang harus dicapai oleh
pendidikan pada dasarnya mengkristal dalam pelaksanaan perannya itu sendiri.
Dilihat dari cakupan dan tujuannya menurut McNeil (1990) isi kurikulum memiliki
empat fungsi, yaitu 1) fungsi pendidikan umum (Common and General
Education). 2) Suplementasi (Supplementation), 3) Eksplorasi (Esploration)
dan 4). Keahlian (Specialization). Peranan kreatif menekankan bahwa
kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang
dan masa mendatang.
3. Peranan Kritis dan Evaluatif
Apakah setiap nilai dan budaya lama harus diwariskan kepada
setiap anak didik? Apakah setiap nilai dan budaya baru sesuai dengan
perkembangan zaman juga harus dimiliki oleh setiap anak didik ? Tentu tidak.
Tidak setiap nilai dan budaya lama harus tetap dipertahankan, sebab
kadang-kadang nilai dan budaya lama itu sudah tidak sesuai dengan tuntutan
perkembangan masyarakat; demikian juga ada kalanya nilai dan budaya baru itu
juga tidak sesuai dengan nilai-nilai lama yang masih relevan dengan keadaan dan
tuntutan zaman. Dengan demikian kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan
budaya mana yang perlu dipertahankan, dan nilai atau buadaya baru yang mana
yang harus dimiliki anak didik. Dalam rangka inilah peran kritis dan evaluatif
kurikulum diperlukan. Kurikukum harus berperan dalam menyeleksi dan
mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak
didik. Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan
budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga
pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu disesuaikan
dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang.[9]
b. Fungsi
Kurikulum
Pada dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau
acuan. Bagi guru, kurikulum berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum berfungsi sebagai
pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum
berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar dirumah. Bagi
masyarakat, kurikulum berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi
terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Sedangkan bagi siswa, sisiwa
kurikulum berfungsi sebagi suatu belajar.
Selain itu fungsi kurikulum identik dengan pengertian
kurikulum itu sendiri yang berorientasi pada pengertian kurikulum dalam arti
luas, maka fungsi kurikulum memiliki arti sebagai berikut:
a.
Fungsi Penyesuaian
Fungsi penyesuaian mengandung makna kurikulum sebagai alat
pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifar well adjusted 11
yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial.
b. Fungsi Integrasi
Fungsi integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai
alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada
dasarnya merupakan anggota dan bagian integral masyarakat.ke jenjang yang lebih
tinggi.
c. Fungsi Diferensiasi
Mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu memberikan layanan terhadap perbedaan individusiswa. Setiap siswa
memiliki perbedaan baik dari aspek fisik maupun psikis.
d. Fungsi persiapan
Mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan
harus mampu memprsiapkan siswa melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang
lebih.
e. Fungsi
pemilihan
Mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
Fungsi pemilihan ini sangat erat kaitannya dengan fungsi diferensiasi karena
pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya
kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
f. Fungsi diagnostik
Mengandung makna bahwa kurikulum
sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat
memahami dan menerima potensi dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya.
Maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi yang dimilikinya aau
memperbaiki kelemahan-kelemahannya.[10]
4. Kurikulum
Ideal dan Actual
a. Kurikuum
ideal dan Actual
Kurikulum ideal, yaitu kurikulum yang berisi sesuatu yang ideal, sesuatu
yang dicita-citakan sebagaimana yang tertuang di dalam dokumen kurikulum. Kurikulum aktual, yaitu kurikulum yang dilaksanakan dalam proses pengajaran
dan pembelajaran. Kenyataan pada umumnya memang jauh berbeda dengan harapan.
Namun demikian, kurikulum aktual seharusnya mendekati dengan kurikulum ideal.
Kurikulum dan pengajaran merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan.
Kurikulum merujuk kepada bahan ajar yang telah direncanakan yang akan
dilaksanakan dalam jangka panjang. Sedang pengajaran merujuk kepada pelaksanaan
kurikulum tersebut secara bertahap dalam belajar mengajar.
Jadi, Kurikulum ideal adalah kurikulum yang diharapkan dapat dilaksanakan
dan berfungsi sebagai acuan atau program guru dalam proses belajar mengajar.
Karena kurikulum ini menjadi pedoman bagi guru maka kurikulum ini juga disebut
kurikulum formal atau kurikulum tertulis (written
curriculum). Namun dalam prakteknya pelaksanaan kurikulum ideal mengalami
beberapa hambatan dalam pelaksanaanya. Diantaranya adalah sarana dan prasarana,
kemampuan guru serta kebijaksanaan sekolah/kepala sekolah. Karena hal tersebut
maka guru hanya bisa melakukan kurikulum sesuai dengan keadaan yang ada. Inilah
yang disebut kurikulum Aktual. Semakin jauh jarak antara kurikulum ideal dengan
aktual maka dapat diperkirakan makin buruklah kualitas pendidikan di sekolah
tersebut demikian juga sebaliknya.[11]
5. Kurikulum
Tersembunyi
Kurikulum tersembunyi adalah kejadian yang tak di duga yang
terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal ke dalam kurikulum aktual.
Kejadian yang tak terduga ini bisa berasal dari pengaruh guru, kepala sekolah,
tenaga administrasi, atau bahkan dari peserta didik itu sendiri.[12]
1. Hakikat kurikulum tersembunyi
Terdapat dua terminologi mengenai kurikulum, yakni terminologi kurikulum
eksplisit (tertulis) dan implisit (tidak tertulis) atau kurikulum tersembunyi (hidden curriculum). Untuk pencapaian tujuan pendidikan terdapat hal-hal
yang tidak terdokumentasikan/direncanakan/diprogramkan atau sifatnya tidak
tertulis dan hal ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pendidikan
itu sendiri. Hal-hal inilah
yang disebut dengan kurikulum tersembunyi. Hal demikian sebagaimana yang diungkapkan oleh Dewey (dalam Marsh dan
Willis, 1999:9 dalam Wahidmurni, 2009:2) bahwa kurikulum adalah seluruh
pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik di bawah bimbingan pihak
sekolah, baik pengalaman yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan.
Sejumlah pengalaman yang kita kenal dengan hidden curriculum atau
kurikulum tersembunyi merupakan pengalaman yang tidak direncanakan/diprogramkan
seperti mematuhi peraturan-peraturan sekolah, menjalankan ritual/acara
keagamaan, mematuhi peraturan-peraturan lainnya.
2. Fungsi Kurikulum Tersembunyi
Walaupun
kurikulum tersembunyi memberikan sejumlah besar pengetahuan pada siswa,
ketidaksamaan yang diakibatkan kesenjangan antar kelas dan status sosial sering
menimbulkan konotasi negatif. Sebagai cara dari kontrol sosial, kurikulum
tersembunyi mempromosikan persetujuan terhadap nasib sosial tanpa meningkatkan
penggunaan pertimbangan rasional dan reflektif. Kurikulum tersembunyi dapat
juga diasosiasikan dengan penguatan ketidaksetaraan sosial, seperti terbukti
dalam perkembangan hubungan yang berbeda terhadap modal yang berdasar pada
jenis kerja dan aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan yang diterapkan
pada siswa jadi berbeda-beda berdasarkan kelas sosialnya.
Sumber kurikulum tersembunyi sangat beragam, termasuk struktur sosial dari ruang kelas, latihan otoritas guru, aturan yang mengatur hubungan antara guru dan siswa, aktivitas belajar standar, penggunaan bahasa, buku teks, alat bantu audio-visual, berbagai perkakas, arsitektur, ukuran disiplin, daftar pelajaran, sistem pelacakan, dan prioritas kurikulum. Keragaman dalam sumber ini menghasilkan perbedaan yang ditemukan saat membandingkan suatu kurikulum tersembunyi dihubungkan dengan berbagai kelas dan status sosial.[13]
Sumber kurikulum tersembunyi sangat beragam, termasuk struktur sosial dari ruang kelas, latihan otoritas guru, aturan yang mengatur hubungan antara guru dan siswa, aktivitas belajar standar, penggunaan bahasa, buku teks, alat bantu audio-visual, berbagai perkakas, arsitektur, ukuran disiplin, daftar pelajaran, sistem pelacakan, dan prioritas kurikulum. Keragaman dalam sumber ini menghasilkan perbedaan yang ditemukan saat membandingkan suatu kurikulum tersembunyi dihubungkan dengan berbagai kelas dan status sosial.[13]
Sementara
materi aktual yang diserap siswa melalui kurikulum tersembunyi adalah sangat
penting, orang yang menyampaikannya menghasilkan investigasi khusus. Hal
tersebut terjadi terutama pada penyampaian pelajaran sosial dan moral dengan
kurikulum tersembunyi, karena karakteristik moral dan ideologi guru dan figur
otoritas lainnya diterjemahkan dalam pelajaran mereka, walau tidak disadarinya.
3. Pendidikan Nilai dalam Pengembangan Kurikulum Tersembunyi
Hidden curriculum atau kurikulum tersembunyi merupakan kurikulum yang berkembang secara alamiah atau tidak
direncanakan secara khusus. Menurut Krathwohl (1964:112), proses
pembentukan dan pengembangan
nilai-nilai pada anak didik itu ada lima tahap.
a.
Receiving (menyimak dan menerima).
Dalam hal ini anak menerima secara aktif, artinya anak telah memilih
untuk kemudiaj menerima nilai. Jadi pada tahap
ini anak baru menerima saja.
b.
Responding (menanggapi). Pada tahap ini
anak sudah mulai bersedia menerima dan menanggapi secara aktif. Dalam hal ini
ada tiga tahapan sendiri, yakni manut (menurut), bersedia menaggapi, dan
puas dalam menaggapi.
c.
Valuing (memberi nilai), pada tahap ini
anak sudah mulai mampu membangun persepsi dan kepercayaan terkait dengan nilai
yang diterima. Pada tahap ini ada tiga tingkatan yakni : percaya terhadap nilai
yang diterima, merasa terikat dengan nilai dipercayai, dan memiliki keterkaitan
batin dengan nilai yang diterima.
d.
Organization, dimana anak mulai mengatur sistem nilai yang ia terima
untuk ditata dalam dirinya dalam konteks perilaku.
e.
Characterization, atau
karakterisasi nilai yang ditandai dengan ketidakpuasan seseorang untuk
mengorganisir sistem nilai yang diyakininya dalam hidupnya yang serba mapan,
ajek, dan konsisten.
Dalam pendidikan nilai diharapkan munculnya kesadaran pelaksanaan
nilai-nilai positif dan menghindarkan nilai-nilai negatif.
D.
KESIMPULAN
Definisi yang dikemukakan oleh Kamil
dan Sarhan menekankan pada sejumlah pengalaman pendidikan, budaya, sosial,
olahraga, dan seni yang disediakan oleh sekolah bagi para peserta didiknya di
dalam luar sekolah, dengan maksud mendorong mereka untuk berkembang menyeluruh
dalam segala segi dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan
pendidikan yang ditetapkan. Definisi yang senada yang dikemukakan oleh Saylor
dan Alexander, bahwa kurikulum adalah segala usaha sekolah atau perguruan
tinggi yang bisa menghasilkan atau menimbulkan hasil-hasil belajar yang
dikehendaki, apakah di dalam situasi-situasi sekolah ataupun di luar sekolah
atau perguruan tinggi. Demikian Olivia yang mendefinisikan kurikulum sebagai
rencana atau program yang menyangkut semua pengalaman yang dihayati peserta
didik di bawah pengarahan sekolah atau perguruan tinggi.[14]
[1] Aji, Wisnu. (tanpa tahun). Apa itu Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://wisnuajiku.wordpress.com/apa-itu-kurikulum/ [03 Oktober 2016]
[3] S. Nasution, Asas-asas
Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara 2008) h.4
[6] Anonim. (2013). Pengertian Kurikulum Menurut Para Ahli. [Online]. Tersedia:
http://www.pengertianahli.com/2013/09/pengertian-kurikulum-menurut-para-ahli.html
[03 Oktober2016]
[7]
Zainal Arifin, Konsep model pengembangan kurikulum,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 8-12
[8] Kurnia, Wawan Haris. (2012). Pengertian, Fungsi, Dimensi, dan Peranan
Kurikulum. [Online]. Tersedia:http://wawanhariskurnia.blogspot.com/2012/12/pengertian-fungsi-dimensi-peranan.html (03 Oktober 2016)
[9] Asyharbeni. (2013). Peran dan Fungsi Kurikulum. [Online]. Tersedia : https://asyharbeni.files.wordpress.com/2013/09/peran-dan-fungsi-kurikulum.pdf (03 Oktober 2016)
[10] Ibid.
https://asyharbeni.files.wordpress.com/2013/09/peran-dan-fungsi-kurikulum.pdf (03 Oktober 2016)
[13]
Http ://
kurikulum aktual&kurikulum tersembunyi_Abdulhakimmuh’s webblog.htm, Diunduh
senin,03 Oktober 2016
[14]
Muhaimin, Op
Cit,h.2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar