BAB II
PENDAHULUAN
A. Hakikat Kebudayaan dan Agama
1. Pengertian Kebudayaan
Pengertian kebudayaan menurut S.Takdir
Alisyahbana (1986:207-208) adalah sebagai berikut.
a. Keseluruhan
yang kompleksyang terjadi atas unsure-unsur yang berbeda-beda dari semua
percakapan yang diperolah manusia sebagai anggota masyarakat.
b. Warisan
social atau tradisi
c. Cara,
aturan, dan jalan hidup manusia
d. Penyesuaian
manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-cara menyesuaikan persoalan
e. Hasil
perbuatan atau kecerdasan manusia
f. Hasil
pergaulan atau perkumpulan manusia
Parsudi suparlan menjelaskan bahwa kebudayaan adalah serangkaian aturan,
pertunjukan, resep, rencana, dan strategi yang terdiri atas serangkaian model
kognitif yang dimiliki manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi
lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tindakan-tindakannya.[1]
2. Unsur-unsur kebudayaan
Unsur-unsur
kebudayaan daam andangan Malinowski adalah sebagai berikut,
a. Sisitem
norma yang memungkinkan terjadinya kerja sama antar anggta masyarakat dalam
upaya menguasai alam sekelilingnya.
b. Organisasi
Ekonomi
c. Alaat-alat
dan lembaga atau petugas endidikan (keluarga merupakan lembaga pendidikan yang
utama)
d. Organisasi
kekuatan.
Unsur kebudayaan tersebut dapat dijabarkan
lagi dalam unsure-unsur yang lebih kecil. Ralph Linton menyebutkannya cultural
activity. Misalnya, cultural universal pencarian hidup ekonomi, antara lain
mencakup kegiatan pertanian, peternakan, system produksi, dan system
distribusi.kegiatan kebudayaan pertanian dapat menjadi unsure lebih kecil yang
disebut traitcomplex. Traitcomplex dalam pertanian, misalnya
meliputi unsure irigasi, system pengolahan tanah dengan bajak, dan system hak
milik tanah.
3. Fungsi kebudayaan
Kebudayaan
merupakan hasil karya, cara, dan cita-cita masyarakat yang memiliki unsur-unsur
tingkat dan kegunaan. Pada prinsipnya, kebudayaan berfungsi selama anggota
masyarakat menerimanya sebagai petunjuk prilaku yang pantas.
Dalam melindungi dirinya, manusia menciptakan
kaidak-kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk tentang cara bertindak
dan berlaku dalam pergaulan hidup. Manusia selalu menciptakan kebiasaan bagi
dirinya sendiri. Kebiasaan tersebut dijadikan kebiasaan yang teratur oleh
seseorang, kemudian dijadikan dasar bagi hubungan antar orang tertentu sehingga
tingkah laku atau tindakan tersebut dapat diatur dan menimbulkan norma atau
kaidah. Kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada
suatu saat dianamankan adat istiadat. Adat istiadat yang mempunyai akibat hukum
disebut hukum adat.
4. Agama sebagai Gejala Budaya dan social
a. Sifat-sifat
Budaya
Pada awalnya, ilmu hanya terdiri atas dua
macam, yaitu ilmu kealaman dan ilmu budaya. Ilmu kealaman seperti fisika, kimia, biologi, dll.
Mempunyai tujuan utama mencari hukum alam, mencari keteraturan yang terjadi
pada alam. Oleh karena itu, penemuan
yang dihasilkan pada suatu waktu mengenai suatu gejala atau sifat alam dapat
dites kembali oleh peneliti lain, pada waktu lain, dengan memerhatikan gejala
eksak. Contoh, jika sekrang air mengalir dari atas kebawah, besok apabila dites
lagi, hasilnya juga begitu. Itulah inti penelitian dalam ilmu eksak, yaitu
mencari keberulangan dari gejala-gejala yang kemudian diangkat menjadi teori
dan menadi hukum. Sebaliknya, ilmu budaya mempunyai sifat tidak berulang,
tetapi unik.[2]
Contohnya, budaya atau kelompok masyarakat unik bagi kelompok masyarakat
tersebut, sebuah situs sejarah unik untuk situs tersebut, dsb. Dalam hal ini
tidak ada keberulangan.
Ilmu budaya hanya dapat diamati, tetapi
kadang-kadang tidak dapat diukurdan diverifikasi. Adapun ilmu social dapat
diamati, diukur, dan diverifikasi. Oleh karena itu, para ilmuan sosiologi dari
universitas Chicago mengembangkan ilmu sosiologi kuantitatif.
B. Kelahiran Islam dan Sentuhan Budaya Arab Pra Islam
1. Arab Pra-Islam
Bangsa arab pra-islam dikenal sebagai bangsa yang
telah memiliki kemajuan ekonomi.letak geografisnya yang strategis dan didorong
cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan oleh umat muslim membuat islam
yang diturunkan di arab mudah tersebar ke berbagai wilayah.
Adapun cirri-ciri utama tatanan Arab praislam adalah
sebagai berikut:
a. Menganut
faham kesukuan
b. Memilki
tata social politik yang tertutupdengan partisipasi wargayang terbatas, factor
keturunan lebih penting dari kemampuan.
c. Mengenal
hierarki social yang kuat
d. Kedudukan
perempuan cendrung dibawah
2. Pra-islam di Mekah
Pada masa pra-islam, di mekah sudah terdapat jabatan
penting yang dipegang oleh Qushayy bin Qilab pada pertengahan abad ke-5 M daam
rangka memelihara ka’bah.
Dari segi akidah, bangsa arab pra-islam percaya
kepada Allah SWT. Sebagai pencipta. Sumber kepercayaan tersebut adalah risalah
samawiyah yang dikembangkan dan disebarkan di jazirah arab, terutama risalah
nabi Ibrahim dan nabi Ismail.
Kemudian, bangsa arab pra-islam melakukan
transformasi dari sudut Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, disebut
penyimpangan agama sehingga mereka menjadikan berhala, pepohonan, binatang, dan
in sebagai penyerta Allah (QS. Al aN’am: 100).
3. Ibadah Pra-Islam
Demi kepentingan ibadah, bangsa arab pra-islam
membuat 360 buah berhala disekitar ka’bah karena setiap kabilah memiliki
berhala.
Mereka tidak percaya pada harikiamat dan kebangkitan
setelah kematian. Sumber hukum yang digunakan bangsa arab pra-islam adalah adat
istiadat. Dalam bidang muamalah, kebiasaan mereka adalah transaksi mubadallah
(barter), jual beli, kerjasama pertanian dan riba serta jual beli yang
bersifat spekulatif, seperti Bai’al-munabadzah.
Diantara ketentuan hukum keluarga Arab pra-islam
adalah dibolehkannya berpoligami dengan perempuan dengan jumlah tidak terbatas.
Anak kecil dan perempuan tidak dapat menerima harta warisan.
C. Islam Sebagai Sistem Kebudayaan
1. Gejala Intlektual pada Abad ke-21
Salah
satu gejala intlektual yang menarik pada abad ke-21adalah besarnya minat untuk
mempelajari agama islam sebagai system kebudayaan yang mencakup pengetahuan,keyakinan,
dan tindakan . ketika terdapat kesesuaian pendapat keyakinan terhadap agam
sebagaimana dipahami secara tradisional, makna intrinsiknya akan merosot secara
mencolok bagi sebagian warga masyarakat modern dibelahan dunia mana pun.
Keadaan ini dapat dimengerti karena semakin besarnya minat khalayak
masyarakatmempelajari masalah keagamaan (religiusitas) dalam islam sejalan
dengan usaha para penganut agama isam itu sendiri dalam memodifikasi, sekaligus
menyesuaikan keyakinan dan pranata keagamaannya dalam pancaran atau refleksi
perubahan yang terjadi pada masyatrakat mdern.
2. Eksistensi Agama
Secara
histris, jauh sebelum munculnya geala tersebut, para ahli antropologi dan
sosiologi pada pertengahan dan ahir abad ke19 cendrung menulis eksistensi agama
itu sendiri,terutama mengenai ketidak sesuainnya dengan masyarakat industry.
Dalam konteks ini, agama dipandang sebagai gejala yang semakin hilang maknanya
pada saat masyarakat berkembang semakin maju. Seama sepuluh tahun terakhir,
sejumlah antropolog agama mengembangkan kembali minat mereka terhadap gejala
keagamaan, meskipun terdapat beberapa perbedaan kriti dalam perspektif
sekaligus kesimpulannya. Perlu dicatat bahwa pada sisi lain, sosilogi agama
dalam banyak hal menjadi terbengkalai selama lebih kurang 30 tahun setelah
meninggalnya weber (1920). Selama masa itu pula, baik imuwan social maupun ahli
agama cendrung mengabaikan gejala
keagamaan, atau hanya membicarakannya sebatas dasar deskriptif yang sempit.
Melompat
lebih jauh kebelakang (terutama dalam rangkaian sejarah perkembangan
pengetahuan yang menyertai gejala tersebut, yaitu islam sebagai ajaran agama,
kaian keagamaan, dan kebudayaan), setelah munculnya islam sebagai suatu agama ,
proses peradaban isam secara spesifik dimulai sejak abad ketujuh yang
mennggalkan ejaknya di Asia, Afrika, dan berbagai bagian wilaayah eropa.
Dengan
demikian, tidak mungkin mempelajari islam tanpa mempertimbangkan masyarakat
internasinal yang telah memunculkan proses peradaban islam itu snediri.
3. Gejala Agama Islam Digunakan sebagai Kendaraan
Politik
a. Simbol
Religio-Kutural
Di negara-negara muslim khusunya, symbol
religio-kultural pada umumnya masih didasarkan pada pandangan isam. Sisi lain
yang mnyertai gejala ini adalah gejala bahwa agama islam digunakan sebagai
kendaraan politik. Dalam priode replitisasi islam yang terjadi saat ini, yaitu
dimulai pada tahun 1970-an, para neo—pundamentalis islam dengan nada yang
hamper sama dengan teori kuturganzheit (keseluruhan budaya) menegaskan bahwa
hanya ada satu kebudayaan yang mencakup semua yaitu islam, yang dianggap valid
untuk semua waktu,tempat, dan manusianya (penganutnya).[3]
b. Perubahan
sosial dikalangan Umat Islam
Kenyataan yang
menunjukan adanya perubahan social dikalangan umat islam adalah bahwa pada satu
sisi, dalam kenyataanya terdapat diversitas religious, politik, budaya, serta
diversitas lain dalam agama islam yang dipahami sebagai “dunia muslim”oleh para
jurnais yang kurang memiliki pengetahuan agama yang cukup. Kemudian
mereduksikannya menadi entitas yang koheren dengan “dunia islam”. Pada sisi
lain adanya kesejajaran diversitas yang nyata mengulang berbagai upaya
ideologis dikalangan eksponen islam militant kontemporer untuk menuntut
keseluruhan politik dan budaya dari agam islam dengan melakukan berbagai
tindakan untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Secara lebih khusus,
dalam perspektif ini (Islam dikaji berdasarkan pendekatan antropologi), Islam
tidak hanya dipandang sebagai ideology politik, praktik social dan ekonomi,
tetapi juga merupakan system budaya yang diinterpretasi dan dipahami, untuk
kemudian diyakini dan dilakukan dalam bentuk tindakan keagamaan oleh para
pelakunya. Dengan demikian kajian ini diharapkan dapat membentuk analisis
tersendiri.
Pandangan terhadap
dimensi islam semacam ini mendorong studi ini untuk menarik analisis cultural
umat islam dari berbagai belahan dunia, sebagai mana disebutkan oleh
argumnetasi diatas. Karena berada dibawah paying besar ilmu-ilmu social, studi
ini tidak dimaksudkan sebagai studi orientalisme dalam pengertian yang lebih
sempit. dengan alasan ini, pembahsan sosiologis dan antropologis tentang
kebudayaan islam dalam program studi ini dilakukan untuk mendapatkan
pengetahuan apakah kebudayaan islam merupakan fenomena yang membentuk suatu
masyarakat, sebagaimana ditegaskan dalam analisi kebudayaan.
c. Konsep
Kebudayaan Islam
Berbicara tentang konsep kebudayaan
Islam tidak terlepas dari kebudayaan itu sendiri, yaitu sesuatu yang
dikonstruksi, yang mencakup keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk social,
yang digunakan sebagai pedoman, diayakini kebenarannya untuk menginterpretasi
dan memahami lingkungan yang dihadapi, serta mendororng terwujudnya
tindakan-tindakan.[4]
terlepas dari definisi kebudayaan tersebut, konsep kebudayaan dari Clemmer 1969
mensyaratkan adanya hubungan antara keyakinan dengan perilaku, pasif dengan
aktif, serta individu dengan kelmpok.[5]
Dengan merujuk pada islam sebagai system
kebudayaan, jelas bahwa system kebudayaan islam diciptakan dalam kaitannya
dengan proses reproduksi social. Dari sini, studi islam sebagai system
kebudayaan memiliki asumsi bahwa simbolsimbol islam sebagai bahan adari
kebudayaan islam dalam kapasitasnya sebagai agama dipengaruhi leh
realitas,melalui aksi manusianya yang tepat dalam membentuk realitas. Dengan
demikian agama islam juga dapat menjadi inti dari system-sistem nilai yang ada
dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan sebagai pendorong. Penggerak, dan
pengontrol bagi tindakan-tindakan anggota masyarakatnya untuk tetap beralan
sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan yang tercakup dalam aaran agama islam.
d. Munculnya
Antropologi Islam sebagai Disiplin Akademis yang Mandiri
Munculnya antropologi islam sebagai
disiplin akademis yang mandiri, memiliki konskuensi yang membawa pada
perspektif yang lebih sempit. Sekalipun demikian, karena sebagian besar teks
antropologi memfkuskan diri pada agama yang ada dalam budaya kesukuan yang
tampaknya memberikan penekanan yang tidak semestinya terhadap aspek-aspek
eksotisnya yang unik, banyak nya data tentang kebudayaan islam (yang secara
historis diabaikan oleh para sarjana muslim dari pendidikan agama islam)
sebenarnya memberikan kontribusi penting dalam area studi islam secara
signifikan.
Sasaran dari studi antropologi islam
adalah member bekal dasar bagi khalayak yang hendak mempelajari islam sebagai
system kebudayaan yang mencakup pengetahuan, keyakinan, dan berbagai tindakan,
dengan cara menyajikan skema-skema teoritis yang tegas dalam pengungkapannya,
dengan mengacu pada teori-teori ilmu social yang telah berkembang dalam duania
akademis. Penegasan bahwa islam merupakan bentuk artikulasi kebudayaan dan
keyakinan, dapat membantu para mahasiswa yang menaruh minat pada kajian ini,
sekaligus secara etik terlibat dalam pencarian kebenaran, yang akan memunculkan
pertanyaan tentang peranperan yang dimainkan oleh islam dalam struktur social.
D. Pendekatan Pokok dalam Studi Budaya
Dalam kamus umum bahasa Indonesia,
kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi)
manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan kegiatan (usaha)
batin untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil ebudayaan. Adapun Edward
taylor berpendapat bahwa budaya adalah komples, yang mencakup pengetahuan,
seni, kepercayaan, adat istiadat, hukum, moral, dan kebiasaanlain dan kemampuan
yang diperoleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat tertentu.
1. Karakteristik studi Budaya
a. Dipelajari
dan diperoleh
b. Diwariskan
turun-temurun dari generasi kegenerasi
c. Berkembang
melalui interaksi individu
d. Merupakan
pemikiran yang mendalam untuk dijjadikan symbol yang memberikan makna terhadap
lingkungan melalui pengalaman.
Studi
Budaya dikategorikan menjadi dua bagian:
a. Budaya
Implisit
b. Budaya
Eksplisit
Pada dasarnya, budaya bersifat dinamis karena sering
dipengaruhi oleh perubahan dalam kehidupan modern. Dengan demikian, kebudayaan
merupakan hasil daya cipta manusia yang menggunakan dan mengerahkan segenap
potensi yang dimiliknya, yang selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan leh
sesorang dalam menjawab masalah yang dihadapinya sehingga kebudayaan tampil
sebagai pranat yang terus-menerus dipelihara para pembantunya dan generasi
selanutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.
2. Pendekatan Kebudayaan dalam Memahami Agama
Pendekatan
kebudayaan digunakan untuk memahami agama. Ketika kita melihat dan
memperlakukan agama sebagaikebudayaan, yang kita lihat adalah agama sebagai
keyakinan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, agama menadi crak local
yang sesaui dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut.
Untuk
menjadi pengetahuan dan keyakinan dari masyarakat yang bersangkutan, agama
harus melakukan berbagai proses perjuangan dalam meniadakan nilai-nilai budaya
yang bertentangan dengan keyakinan hakiki dari agam tersebut. Leh karena itu,
harus dapat menyesuaikan nilai-nilai hakikinya dengan nilai-nilai budaya serta
unsure-unsur kebudayaan yang ada. Dengan demikian, agama akan dapat menjadi
nilai-nilai dari kebudayaan tersebut.
3. Pendekatan Kebudayaan terhadap Agama
Apa manfaat melakukan
pendekatan kebudayaan terhadap agama?
a. Alat
untuk memahami corak keagamaan yang dimiliki sebuah masyarakat
b. Mengarahkan
dan menambahkan keyakinan agama yang dimiliki leh para warga masyarakattersebut
sesuai ajaran yang benar menurut agama tersebut, tanpa harus menimbulkan
pertentangan.
Pengamalan agama yang terdapat dalam suatu
masyarakat, diproses leh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui
penalaran. Contohnya, teks Al Qur’an dan Hadits melibatkan unsure penalaran dan
kemampun manusia. Dengan demikian, islam menadi membudaya ( membumi)
ditengah-tengah masyarakat. Melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut,
sesorang dapat mengamalkan aaran agama.
Islam sering disebut produk budaya, khususnya budaya
arab. Hal tersebut dilatarbelkangi oleh banyaknya fenomena budayaa arab yang
kemudian diajdikan ruukan keagamaan, misalnya sakrakisasi bulan ramadhan,
mengagungkan bulan-bulan haram ( Muharram, Rajab, Dzulqa’dah dan dzulhijjah).[6]
KESIMPULAN
Budaya
adalah hasil cipta karya dan karsa manusia yang diwuudkan dalam aturan atau
norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut pitirim Sorokin, sosilogi adalah
ilmu yang mempelajari hubungan dan timbale balik berbagai macam gejala social,
seperti gejala ekonomi dan gejala moral. Adapun kebudayaan adalah serangkaian
aturan, pertunjukan, resep, rencana, dan strategi yang terdiri atas serangkaian
model kognitif yang dimiliki manusia, dan digunakannya secara selektif dalam
menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan
tindakan-tindakannya.
Peradaban
Arab pra-islam memercayai bahwa berhala, pohon, binatang dan jin adalah
penyerta Allah SWT dan mereka meyakini dengan beribadah pada berhala tersebut
sama saja dengan beribadah kepada Allah SWT. Mereka tidak mempercayai hari
akhir dan kebangkitan setelah mati karena mereka beranggapan bahwa hidup itu
hanya sekali maka janganlah disia-siakan.
Kebudayaan
merupakan hasil daya cipta manusia yang menggunakan dan mengerahkan segenap
potensi yang dimilikinya.
Pendekatan
kebudayaan digunakan untuk memahami agama. Ketika kita melihat dan
memperlakukan agama sebagi kebudayaan, yang kita lihat adalah agama sebagai
keyakinan yang hidup dalam masyarakat, dengan demikian, agama menjadi corak
local yang sesaui dengan kebudayaan dari masyarkat tersebut.
[1]
Suparlan
Parsudi.1988. Kata pengantar dalam Roland Robertson, Agama dalam analisa dan
Interpretasi sosiologi. Jakarta : Raawali Press
[2]
Atho, mudzhar,
1999. Pendektan studi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.h. 12
[3]
Tibi,Basam.1999..
islam and Cultural accommodation of social change London and newyork:
macmilan
[4]
Turner victor
w. 1967.The forest of symbol, Ithaca : cornel University press
[5]
Clemer, R.O.
1969. Truth, Duty, and the revitalization of anthropologist : a new
perspective on cultural and resistance dalam reinventing anthropology.
(DellHymes,ed.) new York V Books
[6]
Koko Abdul
Kodir, Metode Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia,2014)h.79-92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar