Rabu, 07 Desember 2016

hakikat kebudayaan dan agama




BAB II
PENDAHULUAN

A.    Hakikat Kebudayaan dan Agama
1.      Pengertian Kebudayaan
    Pengertian kebudayaan menurut S.Takdir Alisyahbana (1986:207-208) adalah sebagai berikut.
a.       Keseluruhan yang kompleksyang terjadi atas unsure-unsur yang berbeda-beda dari semua percakapan yang diperolah manusia sebagai anggota masyarakat.
b.      Warisan social atau tradisi
c.       Cara, aturan, dan jalan hidup manusia
d.      Penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-cara menyesuaikan persoalan
e.       Hasil perbuatan atau kecerdasan manusia
f.       Hasil pergaulan atau perkumpulan manusia
   Parsudi suparlan menjelaskan bahwa kebudayaan adalah serangkaian aturan, pertunjukan, resep, rencana, dan strategi yang terdiri atas serangkaian model kognitif yang dimiliki manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tindakan-tindakannya.[1]
2.      Unsur-unsur kebudayaan
Unsur-unsur kebudayaan daam andangan Malinowski adalah sebagai berikut,
a.       Sisitem norma yang memungkinkan terjadinya kerja sama antar anggta masyarakat dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
b.      Organisasi Ekonomi
c.       Alaat-alat dan lembaga atau petugas endidikan (keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama)
d.      Organisasi kekuatan.
     Unsur kebudayaan tersebut dapat dijabarkan lagi dalam unsure-unsur yang lebih kecil. Ralph Linton menyebutkannya cultural activity. Misalnya, cultural universal pencarian hidup ekonomi, antara lain mencakup kegiatan pertanian, peternakan, system produksi, dan system distribusi.kegiatan kebudayaan pertanian dapat menjadi unsure lebih kecil yang disebut traitcomplex. Traitcomplex dalam pertanian, misalnya meliputi unsure irigasi, system pengolahan tanah dengan bajak, dan system hak milik tanah.
3.      Fungsi kebudayaan
Kebudayaan merupakan hasil karya, cara, dan cita-cita masyarakat yang memiliki unsur-unsur tingkat dan kegunaan. Pada prinsipnya, kebudayaan berfungsi selama anggota masyarakat menerimanya sebagai petunjuk prilaku yang pantas.
           Dalam melindungi dirinya, manusia menciptakan kaidak-kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk tentang cara bertindak dan berlaku dalam pergaulan hidup. Manusia selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Kebiasaan tersebut dijadikan kebiasaan yang teratur oleh seseorang, kemudian dijadikan dasar bagi hubungan antar orang tertentu sehingga tingkah laku atau tindakan tersebut dapat diatur dan menimbulkan norma atau kaidah. Kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat dianamankan adat istiadat. Adat istiadat yang mempunyai akibat hukum disebut hukum adat. 
4.      Agama sebagai Gejala Budaya dan social
a.       Sifat-sifat Budaya
     Pada awalnya, ilmu hanya terdiri atas dua macam, yaitu ilmu kealaman dan ilmu budaya. Ilmu kealaman  seperti fisika, kimia, biologi, dll. Mempunyai tujuan utama mencari hukum alam, mencari keteraturan yang terjadi pada alam.  Oleh karena itu, penemuan yang dihasilkan pada suatu waktu mengenai suatu gejala atau sifat alam dapat dites kembali oleh peneliti lain, pada waktu lain, dengan memerhatikan gejala eksak. Contoh, jika sekrang air mengalir dari atas kebawah, besok apabila dites lagi, hasilnya juga begitu. Itulah inti penelitian dalam ilmu eksak, yaitu mencari keberulangan dari gejala-gejala yang kemudian diangkat menjadi teori dan menadi hukum. Sebaliknya, ilmu budaya mempunyai sifat tidak berulang, tetapi unik.[2] Contohnya, budaya atau kelompok masyarakat unik bagi kelompok masyarakat tersebut, sebuah situs sejarah unik untuk situs tersebut, dsb. Dalam hal ini tidak ada keberulangan.
     Ilmu budaya hanya dapat diamati, tetapi kadang-kadang tidak dapat diukurdan diverifikasi. Adapun ilmu social dapat diamati, diukur, dan diverifikasi. Oleh karena itu, para ilmuan sosiologi dari universitas Chicago mengembangkan ilmu sosiologi kuantitatif.
B.     Kelahiran Islam dan Sentuhan Budaya Arab Pra Islam
1.      Arab Pra-Islam
Bangsa arab pra-islam dikenal sebagai bangsa yang telah memiliki kemajuan ekonomi.letak geografisnya yang strategis dan didorong cepatnya laju perluasan wilayah yang dilakukan oleh umat muslim membuat islam yang diturunkan di arab mudah tersebar ke berbagai wilayah.
           Adapun cirri-ciri utama tatanan Arab praislam adalah sebagai berikut:
a.       Menganut faham kesukuan
b.      Memilki tata social politik yang tertutupdengan partisipasi wargayang terbatas, factor keturunan lebih penting dari kemampuan.
c.       Mengenal hierarki social yang kuat
d.      Kedudukan perempuan cendrung dibawah
2.      Pra-islam di Mekah
Pada masa pra-islam, di mekah sudah terdapat jabatan penting yang dipegang oleh Qushayy bin Qilab pada pertengahan abad ke-5 M daam rangka memelihara ka’bah.
Dari segi akidah, bangsa arab pra-islam percaya kepada Allah SWT. Sebagai pencipta. Sumber kepercayaan tersebut adalah risalah samawiyah yang dikembangkan dan disebarkan di jazirah arab, terutama risalah nabi Ibrahim dan nabi Ismail.
Kemudian, bangsa arab pra-islam melakukan transformasi dari sudut Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, disebut penyimpangan agama sehingga mereka menjadikan berhala, pepohonan, binatang, dan in sebagai penyerta Allah (QS. Al aN’am: 100).
3.      Ibadah Pra-Islam
Demi kepentingan ibadah, bangsa arab pra-islam membuat 360 buah berhala disekitar ka’bah karena setiap kabilah memiliki berhala.
Mereka tidak percaya pada harikiamat dan kebangkitan setelah kematian. Sumber hukum yang digunakan bangsa arab pra-islam adalah adat istiadat. Dalam bidang muamalah, kebiasaan mereka adalah transaksi mubadallah (barter), jual beli, kerjasama pertanian dan riba serta jual beli yang bersifat spekulatif, seperti Bai’al-munabadzah.
Diantara ketentuan hukum keluarga Arab pra-islam adalah dibolehkannya berpoligami dengan perempuan dengan jumlah tidak terbatas. Anak kecil dan perempuan tidak dapat menerima harta warisan.

C.    Islam Sebagai Sistem Kebudayaan
1.      Gejala Intlektual pada Abad ke-21
Salah satu gejala intlektual yang menarik pada abad ke-21adalah besarnya minat untuk mempelajari agama islam sebagai system kebudayaan yang mencakup pengetahuan,keyakinan, dan tindakan . ketika terdapat kesesuaian pendapat keyakinan terhadap agam sebagaimana dipahami secara tradisional, makna intrinsiknya akan merosot secara mencolok bagi sebagian warga masyarakat modern dibelahan dunia mana pun. Keadaan ini dapat dimengerti karena semakin besarnya minat khalayak masyarakatmempelajari masalah keagamaan (religiusitas) dalam islam sejalan dengan usaha para penganut agama isam itu sendiri dalam memodifikasi, sekaligus menyesuaikan keyakinan dan pranata keagamaannya dalam pancaran atau refleksi perubahan yang terjadi pada masyatrakat mdern.
2.      Eksistensi Agama
Secara histris, jauh sebelum munculnya geala tersebut, para ahli antropologi dan sosiologi pada pertengahan dan ahir abad ke19 cendrung menulis eksistensi agama itu sendiri,terutama mengenai ketidak sesuainnya dengan masyarakat industry. Dalam konteks ini, agama dipandang sebagai gejala yang semakin hilang maknanya pada saat masyarakat berkembang semakin maju. Seama sepuluh tahun terakhir, sejumlah antropolog agama mengembangkan kembali minat mereka terhadap gejala keagamaan, meskipun terdapat beberapa perbedaan kriti dalam perspektif sekaligus kesimpulannya. Perlu dicatat bahwa pada sisi lain, sosilogi agama dalam banyak hal menjadi terbengkalai selama lebih kurang 30 tahun setelah meninggalnya weber (1920). Selama masa itu pula, baik imuwan social maupun ahli agama  cendrung mengabaikan gejala keagamaan, atau hanya membicarakannya sebatas dasar deskriptif yang sempit.
Melompat lebih jauh kebelakang (terutama dalam rangkaian sejarah perkembangan pengetahuan yang menyertai gejala tersebut, yaitu islam sebagai ajaran agama, kaian keagamaan, dan kebudayaan), setelah munculnya islam sebagai suatu agama , proses peradaban isam secara spesifik dimulai sejak abad ketujuh yang mennggalkan ejaknya di Asia, Afrika, dan berbagai bagian wilaayah eropa.
Dengan demikian, tidak mungkin mempelajari islam tanpa mempertimbangkan masyarakat internasinal yang telah memunculkan proses peradaban islam itu snediri.
3.      Gejala Agama Islam Digunakan sebagai Kendaraan Politik
a.       Simbol Religio-Kutural
   Di negara-negara muslim khusunya, symbol religio-kultural pada umumnya masih didasarkan pada pandangan isam. Sisi lain yang mnyertai gejala ini adalah gejala bahwa agama islam digunakan sebagai kendaraan politik. Dalam priode replitisasi islam yang terjadi saat ini, yaitu dimulai pada tahun 1970-an, para neo—pundamentalis islam dengan nada yang hamper sama dengan teori kuturganzheit (keseluruhan budaya) menegaskan bahwa hanya ada satu kebudayaan yang mencakup semua yaitu islam, yang dianggap valid untuk semua waktu,tempat, dan manusianya (penganutnya).[3]
b.      Perubahan sosial dikalangan Umat Islam
Kenyataan yang menunjukan adanya perubahan social dikalangan umat islam adalah bahwa pada satu sisi, dalam kenyataanya terdapat diversitas religious, politik, budaya, serta diversitas lain dalam agama islam yang dipahami sebagai “dunia muslim”oleh para jurnais yang kurang memiliki pengetahuan agama yang cukup. Kemudian mereduksikannya menadi entitas yang koheren dengan “dunia islam”. Pada sisi lain adanya kesejajaran diversitas yang nyata mengulang berbagai upaya ideologis dikalangan eksponen islam militant kontemporer untuk menuntut keseluruhan politik dan budaya dari agam islam dengan melakukan berbagai tindakan untuk mencapai tujuan-tujuannya.
           Secara lebih khusus, dalam perspektif ini (Islam dikaji berdasarkan pendekatan antropologi), Islam tidak hanya dipandang sebagai ideology politik, praktik social dan ekonomi, tetapi juga merupakan system budaya yang diinterpretasi dan dipahami, untuk kemudian diyakini dan dilakukan dalam bentuk tindakan keagamaan oleh para pelakunya. Dengan demikian kajian ini diharapkan dapat membentuk analisis tersendiri.
           Pandangan terhadap dimensi islam semacam ini mendorong studi ini untuk menarik analisis cultural umat islam dari berbagai belahan dunia, sebagai mana disebutkan oleh argumnetasi diatas. Karena berada dibawah paying besar ilmu-ilmu social, studi ini tidak dimaksudkan sebagai studi orientalisme dalam pengertian yang lebih sempit. dengan alasan ini, pembahsan sosiologis dan antropologis tentang kebudayaan islam dalam program studi ini dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan apakah kebudayaan islam merupakan fenomena yang membentuk suatu masyarakat, sebagaimana ditegaskan dalam analisi kebudayaan.
c.       Konsep Kebudayaan Islam
Berbicara tentang konsep kebudayaan Islam tidak terlepas dari kebudayaan itu sendiri, yaitu sesuatu yang dikonstruksi, yang mencakup keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk social, yang digunakan sebagai pedoman, diayakini kebenarannya untuk menginterpretasi dan memahami lingkungan yang dihadapi, serta mendororng terwujudnya tindakan-tindakan.[4] terlepas dari definisi kebudayaan tersebut, konsep kebudayaan dari Clemmer 1969 mensyaratkan adanya hubungan antara keyakinan dengan perilaku, pasif dengan aktif, serta individu dengan kelmpok.[5]
Dengan merujuk pada islam sebagai system kebudayaan, jelas bahwa system kebudayaan islam diciptakan dalam kaitannya dengan proses reproduksi social. Dari sini, studi islam sebagai system kebudayaan memiliki asumsi bahwa simbolsimbol islam sebagai bahan adari kebudayaan islam dalam kapasitasnya sebagai agama dipengaruhi leh realitas,melalui aksi manusianya yang tepat dalam membentuk realitas. Dengan demikian agama islam juga dapat menjadi inti dari system-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan sebagai pendorong. Penggerak, dan pengontrol bagi tindakan-tindakan anggota masyarakatnya untuk tetap beralan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan yang tercakup dalam aaran agama islam.
d.      Munculnya Antropologi Islam sebagai Disiplin Akademis yang Mandiri
Munculnya antropologi islam sebagai disiplin akademis yang mandiri, memiliki konskuensi yang membawa pada perspektif yang lebih sempit. Sekalipun demikian, karena sebagian besar teks antropologi memfkuskan diri pada agama yang ada dalam budaya kesukuan yang tampaknya memberikan penekanan yang tidak semestinya terhadap aspek-aspek eksotisnya yang unik, banyak nya data tentang kebudayaan islam (yang secara historis diabaikan oleh para sarjana muslim dari pendidikan agama islam) sebenarnya memberikan kontribusi penting dalam area studi islam secara signifikan.
Sasaran dari studi antropologi islam adalah member bekal dasar bagi khalayak yang hendak mempelajari islam sebagai system kebudayaan yang mencakup pengetahuan, keyakinan, dan berbagai tindakan, dengan cara menyajikan skema-skema teoritis yang tegas dalam pengungkapannya, dengan mengacu pada teori-teori ilmu social yang telah berkembang dalam duania akademis. Penegasan bahwa islam merupakan bentuk artikulasi kebudayaan dan keyakinan, dapat membantu para mahasiswa yang menaruh minat pada kajian ini, sekaligus secara etik terlibat dalam pencarian kebenaran, yang akan memunculkan pertanyaan tentang peranperan yang dimainkan oleh islam dalam struktur social.
D.    Pendekatan Pokok dalam Studi Budaya
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat, dan kegiatan (usaha) batin untuk menciptakan sesuatu yang termasuk hasil ebudayaan. Adapun Edward taylor berpendapat bahwa budaya adalah komples, yang mencakup pengetahuan, seni, kepercayaan, adat istiadat, hukum, moral, dan kebiasaanlain dan kemampuan yang diperoleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat tertentu.
1.      Karakteristik studi Budaya
a.       Dipelajari dan diperoleh
b.      Diwariskan turun-temurun dari generasi kegenerasi
c.       Berkembang melalui interaksi individu
d.      Merupakan pemikiran yang mendalam untuk dijjadikan symbol yang memberikan makna terhadap lingkungan melalui pengalaman.
            Studi Budaya dikategorikan menjadi dua bagian:
a.       Budaya Implisit
b.      Budaya Eksplisit
Pada dasarnya, budaya bersifat dinamis karena sering dipengaruhi oleh perubahan dalam kehidupan modern. Dengan demikian, kebudayaan merupakan hasil daya cipta manusia yang menggunakan dan mengerahkan segenap potensi yang dimiliknya, yang selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan leh sesorang dalam menjawab masalah yang dihadapinya sehingga kebudayaan tampil sebagai pranat yang terus-menerus dipelihara para pembantunya dan generasi selanutnya yang diwarisi kebudayaan tersebut.
2.      Pendekatan Kebudayaan dalam Memahami Agama
Pendekatan kebudayaan digunakan untuk memahami agama. Ketika kita melihat dan memperlakukan agama sebagaikebudayaan, yang kita lihat adalah agama sebagai keyakinan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian, agama menadi crak local yang sesaui dengan kebudayaan dari masyarakat tersebut.
Untuk menjadi pengetahuan dan keyakinan dari masyarakat yang bersangkutan, agama harus melakukan berbagai proses perjuangan dalam meniadakan nilai-nilai budaya yang bertentangan dengan keyakinan hakiki dari agam tersebut. Leh karena itu, harus dapat menyesuaikan nilai-nilai hakikinya dengan nilai-nilai budaya serta unsure-unsur kebudayaan yang ada. Dengan demikian, agama akan dapat menjadi nilai-nilai dari kebudayaan tersebut.
3.      Pendekatan Kebudayaan terhadap Agama
Apa manfaat melakukan pendekatan kebudayaan terhadap agama?
a.       Alat untuk memahami corak keagamaan yang dimiliki sebuah masyarakat
b.      Mengarahkan dan menambahkan keyakinan agama yang dimiliki leh para warga masyarakattersebut sesuai ajaran yang benar menurut agama tersebut, tanpa harus menimbulkan pertentangan.
Pengamalan agama yang terdapat dalam suatu masyarakat, diproses leh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran. Contohnya, teks Al Qur’an dan Hadits melibatkan unsure penalaran dan kemampun manusia. Dengan demikian, islam menadi membudaya ( membumi) ditengah-tengah masyarakat. Melalui pemahaman terhadap kebudayaan tersebut, sesorang dapat mengamalkan aaran agama.
Islam sering disebut produk budaya, khususnya budaya arab. Hal tersebut dilatarbelkangi oleh banyaknya fenomena budayaa arab yang kemudian diajdikan ruukan keagamaan, misalnya sakrakisasi bulan ramadhan, mengagungkan bulan-bulan haram ( Muharram, Rajab, Dzulqa’dah dan dzulhijjah).[6]






















KESIMPULAN
Budaya adalah hasil cipta karya dan karsa manusia yang diwuudkan dalam aturan atau norma yang berlaku dalam masyarakat. Menurut pitirim Sorokin, sosilogi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan timbale balik berbagai macam gejala social, seperti gejala ekonomi dan gejala moral. Adapun kebudayaan adalah serangkaian aturan, pertunjukan, resep, rencana, dan strategi yang terdiri atas serangkaian model kognitif yang dimiliki manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah laku dan tindakan-tindakannya.
Peradaban Arab pra-islam memercayai bahwa berhala, pohon, binatang dan jin adalah penyerta Allah SWT dan mereka meyakini dengan beribadah pada berhala tersebut sama saja dengan beribadah kepada Allah SWT. Mereka tidak mempercayai hari akhir dan kebangkitan setelah mati karena mereka beranggapan bahwa hidup itu hanya sekali maka janganlah disia-siakan.
Kebudayaan merupakan hasil daya cipta manusia yang menggunakan dan mengerahkan segenap potensi yang dimilikinya.
Pendekatan kebudayaan digunakan untuk memahami agama. Ketika kita melihat dan memperlakukan agama sebagi kebudayaan, yang kita lihat adalah agama sebagai keyakinan yang hidup dalam masyarakat, dengan demikian, agama menjadi corak local yang sesaui dengan kebudayaan dari masyarkat tersebut.


[1] Suparlan Parsudi.1988. Kata pengantar dalam Roland Robertson, Agama dalam analisa dan Interpretasi sosiologi. Jakarta : Raawali Press
[2] Atho, mudzhar, 1999. Pendektan studi Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.h. 12
[3] Tibi,Basam.1999.. islam and Cultural accommodation of social change London and newyork: macmilan
[4] Turner victor w. 1967.The forest of symbol, Ithaca : cornel University press
[5] Clemer, R.O. 1969. Truth, Duty, and the revitalization of anthropologist : a new perspective on cultural and resistance dalam reinventing anthropology. (DellHymes,ed.) new York  V Books
[6] Koko Abdul Kodir, Metode Studi Islam, (Bandung: Pustaka Setia,2014)h.79-92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar